BANDUNG, infobdg.com – Baru-baru ini, kasus difteri ditemukan di Kabupaten Garut dan telah memakan sebanyak 8 korban jiwa. Atas hal ini, kasus tersebut ditetapkan sebagai kejadian luar biasa (KLB). Difteri sendiri merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium.
Ditanggapi Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bandung, dr. Ira Dewi Jani, bahwa cara penularan virus difteri ini serupa dengan Covid-19, yakni melalui droplet (air liur) saat berbicara, bersin, atau batuk. Sehingga hal terpenting yang harus dilakukan adalah mencegah difteri menjadi wabah di Kota Bandung.
“Imunisasi itu dapat mencegah difteri) bermanifestasi. Sehingga, meski potensi tertular itu tetap ada tapi tidak menimbulkan manifestasi klinis atau saat anak tertular atau bergejala tidak menimbulkan komplikasi yang hebat atau kematian,” papar Ira, Selasa (28/2).
Selain itu, hal penting lainnya untuk masyarakat adalah cara mendeteksi gejala difteri sedini mungkin. Meski menurutnya, bagi masyarakat umum memang agak sulit untuk mendeteksi karena gejala atau keluhan yang dialami pasien. Sebab keluhannya bisa beragam, seperti bisa ada demam, bisa juga tidak. Namun, ada juga gejala lain seperti nyeri menelan, sesak nafas, dan batuk pilek.
“Gejala-gejala tersebut karena kuman difteri membentuk selaput berwarna abu keputihan di tenggorokan pasien. Itu yang menyebabkan sakit tenggorokan dan jika sudah parah bisa mengganggu pernafasan, atau berliur terus,” ungkapnya.
Jika sudah menemui gejala tersebut, sebaiknya pasien langsung dibawa ke faskes terdekat. Sebab masyarakat umum biasanya sulit menentukan apakah ini benar karena difteri atau bukan.
Jika sudah dibawa ke faskes, nantinya tenaga kesehatan yang akan menentukan itu difteri atau bukan. Sebab untuk mendiagnosa secara pasti memerlukan pemeriksaan kultur di laboratorium dan butuh waktu sampai hasilnya keluar.
“Setelah kita mencurigai secara klinis difteri, harus segera dicari kontak eratnya dan yang bersangkutan harus diisolasi sampai memang dibuktikan ia tidak terkonfirmasi. Mirip seperti Covid-19,” paparnya.
Tak hanya anak-anak, difteri pun bisa menyerang orang dewasa. Ira mengungkapkan, beberapa faktornya bisa saja karena dulu status imunisasinya kurang lengkap. Pun jika sudah lengkap bisa saja terkena, tapi tidak memiliki komplikasi yang serius.
“Makanya dua kasus yang dilaporkan secara klinis ini alhamdulillah hasil akhirnya adalah hidup sehat kembali. Sebab yang dikhawatirkan itu jika mereka mengalami komplikasi berat akibat dari kurang lengkapnya imunisasi yang dulu dilakukan,” ujarnya.
Ira mengimbau bagi seluruh masyarakat untuk tetap menerapkan disiplin pola hidup bersih dan sehat (PHBS), melaksanakan prokes seperti cuci tangan dan menggunakan masker.
“Khusus untuk anak balita dan anak sekolah, harap dilengkapi lagi imunisasi DPT, kenali gejala dan tanda untuk mendeteksi dini difteri,” tutup Ira.**