BANDUNG, infobdg.com – Tepat 135 tahun lalu, di tanggal 17 Februari 1888, telah lahir sesosok perempuan hebat bernama Ibu Inggit Garnasih, yang merupakan istri Presiden Soekarno, sang proklamator Indonesia.
Jasa Ibu Inggit pun tak main-main, ia membersamai Soekarno selama 20 tahun hidupnya, menemani di saat-saat krisis Soekarno seperti saat di penjara Banceuy.
“Ibu Inggit Garnasih kita anggap sangat-sangat berjasa karena pada saat bung Karno di penjara di Banceuy, itu lagi terpuruk-terpuruknya, itu yang menemani adalah ibu Inggit,” kata Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, di Hotel Savoy Homann Bandung, Jumat (17/2).
Pemerintah Provinsi Jawa Barat pun hingga saat ini terus melakukan pengajuan pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Ibu Inggit Garnasih. Bahkan di hari lahirnya Inggit Garnasih yang jatuh pada Jumat (17/2) ini, Pemprov Jabar lmenggelar kegiatan Seminar Nasional Pengusulan Pahlawan Nasional kepada Ibu Inggit Garnasih.
Kang Emil, sapaan akrabnya mengatakan, istri presiden Soekarno itu sangat berperan dan berjasa dalam proses kemerdekaan Indonesia. Tidak hanya menemani Bung Karno saat di penjara, tetapi juga sampai mengorbankan harta miliknya.
“Ibu Inggit sampai harus jual apa-apa, kemudian membuat usaha bikin bedak, bedaknya dijual uangnya dipakai untuk membelikan makanan (untuk Bung Karno),” ungkap dia.
Emil mengatakan, pengajuan Ibu Inggit Garnasih untuk menjadi pahlawan nasional tahun ini memasuki kali ketiga.
”Secara aturan maksimal tiga kali untuj pengajuan pahlawan Nasional, mudah-mudahan mungkin tidak untuk tahun ini (menjadikannya pahlawan Nasional) karena berproses. Tapi kita harapkan minimal tahun depan disetujui oleh pemerintah,” beber Emil.
Ia pun mengakui bahwa pihaknya tidak bisa berandai-andai dalam penetapan pemberian Gelar Pahlawan Nasional kepada Ibu Inggit Garnasih.
”Jadi saya tidak bisa menembak karena keputusan adalah diskresi dari presiden. Tapi karena setiap momen dalam pengajuan itu pasti ada dinamika sosial politiknya. Contoh Prof Mochtar Kusumaatmadja kita ajukan ternyata ada antrian. Jadi saya tidak bisa berandai-andai,” tutup Emil.***