BANDUNG, infobdg.com – Permasalahan gizi pada tahun 2020 lalu cukup naik. Hal ini merupakan dampak dari pandemi yang berkelanjutan, khususnya di Kota Bandung.
Sebelumnya, pada 2019, permasalahan gizi di Kota Bandung ada di angka 3,22% atau sebanyak 678 balita dengan gizi buruk, dan 3.321 lainnya mengalami gizi kurang. Sedangkan pada tahun 2020, naik menjadi 5,33% yakni 1.218 balita gizi buruk dan 4.490 lainnya mengalami gizi kurang.
“Tapi Balita yang diukur di tahun 2020 juga berkurang. Tahun 2019 sebanyak 132.578 orang, sementara 2020 hanya 107.189 orang, ini karena kondisi pandemi,” beber Kepala Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bandung, Dewi Primasari, Selasa (23/2).
Menurutnya, permasalahan gizi buruk tidak hanya terjadi di Kota Bandung saja, tetapi juga sudah menjadi permasalahan di tingkat nasional. Ada beberapa inovasi maupun program yang telah dijalankan untuk menangani permasalahan gizi, diantaranya yaitu Beas Bereum, Rembulan, dan Sigurih.
Beas Beureum yaitu Bekel Anak Sekolah Bergizi Enak dan Murah, Rembulan yaitu Remaja Bandung Unggul Tanpa Anemia, dan Sigurih yaitu Studi Intensif Gizi Untuk Indonesia Hebat.
“Itu penanganan mulai dari level SD, SMP, SMA. Kita ini berbasis sekolah makanya kita bisa kerjakan se-Kota Bandung. Program lain yang berkolaborasi yang saat ini sudah berjalan yang dikomandoi oleh PKK yaitu Bandung Tanginas,” terangnya.
Adapun inovasi lainnya yang sudah diterapkan di Kecamatan Bandung Wetan dan Kecamatan Antapani yaitu Omaba (Ojek Makanan Balita). Melalui inovasi Omaba, kader PKK akan memasak makanan sehat kemudian mengantarkannya ke rumah balita penyandang masalah gizi.
“Dan hampir setiap puskesmas punya inovasi untuk menangani gizi buruk dan itu macam-macam, diselesaikan sesuai kondisi di wilayahnya, dan Omaba ini salah satunya. Kalau diinventarisir hampir tiga puluh Kecamatan punya inovasi sendiri, karena mereka menganalisa masing-masing jadi disesuaikan dengan kondisi di wilayahnya,” tutur Dewi.