BANDUNG, infobdg.com – Pada awalnya orang-orang kelas elite Eropa di Kota Bandung berkumpul di warung De Vries untuk sekedar minum teh sambil mendiskusikan berbagai urusan. Mereka itu para pengusaha atau juragan perkebunan, saudagar, pedagang, perwira militer, dan pembesar Hindia Belanda. “Societeit Concordia,” begitu biasa disebut nama perkumpulan mereka, didirikan tahun 1879 dengan tujuan “de bevordering van gezellig verkeer” yang artinya meningkatkan hubungan sosial di kalangan orang-orang Eropa di Bandung.
Atas prakarsa para pengusaha Belanda pemilik perkebunan teh, tahun 1895 didirikanlah sebuah gedung di seberang warung De Vreis. Para “Societeit Concordia” ini pun pindah tempat berkumpul di gedung yang baru, gedung ini lalu diberi nama Gedung Concordia. Keberadaan Gedung Concordia ini dibangun tak hanya sebagai tempat berkumpul dan bersantai, gedung ini juga dijadikan sebagai tempat untuk melayani gengsi dan hasrat gaya hidup borjuis.
Pada tahun 1928 gedung ini untuk terakhir kalinya disempurnakan bentuknya lewat rancangan Van Gallen Last dan C. P. Wolff Schoemaker, rancangan inilah yang kita lihat sekarang sebagai Gedung Merdeka. Nama Gedung Merdeka diberikan oleh Presiden Soekarno menjelang berlangsungnya Konferensi Asia Afrika (KAA).
Demikian eksklusifnya gedung ini sehingga tak sembarangan orang bisa masuk dan menikmati kemewahannya. Jangankan kaum pribumi (inlandeer), orang kulit putih yang tidak memiliki akses ke dalam komunitas elite Eropa di Bandung juga akan sulit masuk. Pada masanya, Concordia merupakan tempat pertemuan paling mewah dan modern. Di dalamnya terdapat ruangan tempat minum, bersantai, dan menyaksikan pertunjukan kesenian. Lantainya terbuat dari marmer Italia, belum lagi lampu-lampu Kristal dan berbagai fasilitas yang ketika itu terbilang mewah.
Keberadaan Gedung Concordia yang terletak tak jauh dari kawasan Bragaweg (Jalan Braga), juga Hotel Homann (didirikan tahun 1880) dan Hotel Preanger (didirikan tahun 1897), seolah menjelaskan konfigurasi ruang sosial di Kota Bandung sebagai kota kosmopolitan ketika itu. Gedung Concordia ini sempat beberapa kali berubah nama sebelum akhirnya menjadi Gedung Merdeka. Pada Zaman Jepang, gedung ini diubah namanya menjadi Dai Toa Kaman dengan fungsi sebagai tempat pertunjukan kesenian dan hiburan bagi tentara Dai Nippon. Tahun 1950 pernah bernama Gedung Konstituante dan tahun 1960 menjadi Gedung MPRS.
Gedung ini sekarang sudah berubah fungsi, dari awalnya merupakan tempat perkumpulan “Societeit Concordia,” hingga gedung pertunjukan pada masa penjajahan Jepang. Kini gedung ini menjadi Museum Konferensi Asia Afrika. Museum ini diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia, Soeharto, pada tanggal 24 April 1980 pada peringatan 25 Tahun Konferensi Asia Afrika.
Sumber : 200 Ikon Bandung – Pikiran Rakyat