BANDUNG, infobdg.com – Kegiatan impor kendaraan bermulai pada tahun 1911, setelah itu keadaan masyarakat di perkotaan bertumbuh untuk menggunakan kendaraan. Kendaraan menjadi sarana penting bagi masyarakat Belanda untuk berwisata antar kota hingga sarana hiburan seperti reli mobil lintas Jawa pada masa itu.
Pada tahun 1919, Fuchs En Rens didirikan sebagai bengkel dan perakitan mobil Mercedes Benz pertama merangkap sebagai dealer showroom di Jalan Braga. Fuchs En Rens awalnya merupakan sebuah perusahaan yang memasok angkutan bagi Belanda seperti kuda, kereta kuda, gerbong, dan perlengkapan kuda. Perusahaan tersebut terus berkembang hingga pada tahun 1885 Fuchs dan M.Van Heusden mengubah perusahaannya menjadi ‘de Naamloze Vennotschap (N.V)’ atau Perseroan Terbatas (PT). Fuchs pensiun pada tahun 1897 sebagai direktur yang kemudian dilanjutkan oleh J.W. Rens yang kemudian digantikan oleh adiknya D. Rens sebagai direktur pengelola. Dari nama-nama pemimpin perusahaan inilah nama ‘Fuchs En Rens’ berasal.
Kegiatan perusahaan terus berlanjut termasuk dalam penjualan gerbong dan mobil. Di bawah kepemimpinan manager E.Hilkers pada tahun 1928 mobil-mobil merk lainnya seperti Packard, Chrysler, De Soto, Plymouth, Renault dan Vrach-auto merk Fargo mulai dirakit. Kawasan Braga sebagai pusat kegiatan bisnis dan berkumpulnya para elit Belanda termasuk preanger planters (para pengusaha pertanian swasta Belanda) yang menjadi pelanggan utama.
Bangunan showroom Fuchs En Rens masih bisa Wargi Bandung lihat hingga saat ini. Tidak banyak yang berubah dari tampak bangunannya masih terdapat pintu kayu lengkap dengan kaca-kaca patri besar sebagai etalase untuk memajang mobil keluaran terbaru. Namun bangunan bekas showroom ini, kini beralih menjadi Wendy’s. Lokasi pabrik perakitan mobil-mobil Fuchs En Rens terletak di belakang bangunan showroom yang kini telah menjadi Mall Braga Citywalk.
Sejak melemahnya perekonomian Belanda setelah kemerdekaan Indonesia dan berdirinya pemerintahan Indonesia yang pada saat itu berhasil mengambil alih perusahaan-perusahaan milik Belanda termasuk BVM (Bataviasche Verkeers Maatschappij, Perusahaan Transport Batavia) pada tahun 1953. Pemerintah Indonesia bermaksud untuk membeli Fuchs En Rens yang memiliki 4 cabang lokasi perakitan mobil dan kereta di Indonesia dengan perkiraan biaya sebesar 1.5 Miliyar. Namun, kurangnya dukungan dari pihak Belanda dalam pendanaan dan hilangnnya nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda, maka perusahaan Fuchs En Rens pun ditutup sekitar tahun 1956 atau 1957 sebelum pemerintah Indonesia sempat membelinya.
Sumber : nas.gov.sg | wikimedia.org | negorijbandoeng.com | Promises and Predicaments : Trade & Entrepreneurship in Colonial and Independent Indonesia in the 19th and 20th Century by Alicia Schrikker and Jeroen Touwen | picclickimg.com