BANDUNG, infobdg.com – Sejumlah tindakan curang dilakukan oleh sekolah atau calon siswa agar bisa lulus dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB) 2024.
Dilansir dari tribunnews.com, contohnya, di SMPN 19 Depok. Sekolah ini diketahui melakukan manipulasi nilai rapor terhadap 51 siswa agar bisa diterima di SMA negeri.
Di sisi lain, beberapa sekolah di Bandung dan Sumedang melakukan penggelembungan nilai atau “mark up”.
“Kasus manipulasi rapor terjadi di Kota Depok. Di daerah lain seperti Sumedang terdapat dua sekolah yang terlibat dalam mark up nilai. Calon peserta didik (CPD) menambahkan nilai dalam dokumen yang diunggah. Di Sumedang ada dua CPD dan di Kota Bandung ada satu CPD,” ungkap Ade Afriandi, Pelaksana Harian (Plh) Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat, di SMK Negeri 1 Kota Bandung, Rabu (17/7/2024).
Ade menjelaskan, perbedaan antara manipulasi rapor dan mark up nilai sangat tipis, yaitu pada siapa yang melakukan kecurangan.
Untuk kasus mark up nilai, kecurangan dilakukan langsung oleh siswa dengan mengunggah nilai rapor yang berbeda dari yang sebenarnya ke sistem PPDB.
“Nilai yang diunggah ke sistem berbeda dengan yang ada di rapor asli, baik yang dipegang oleh siswa maupun sekolah,” kata dia.
Ade menyebutkan, mengungkap kasus mark up nilai tidak terlalu sulit. Tinggal membandingkan nilai yang diunggah dengan yang tertulis di rapor asli.
“Prosesnya tidak terlalu sulit. Setelah dicek dengan sekolah, ternyata nilai di buku rapor sekolah tidak sama dengan yang diunggah,” jelas Ade.
Sedangkan untuk praktik manipulasi rapor, pelakunya adalah sekolah asal calon peserta didik tersebut.
“Nilai yang diunggah peserta didik berbeda dengan nilai di buku rapor yang dipegang peserta, serta berbeda dengan nilai di e-rapor yang dimasukkan oleh guru atau wali kelas ke sistem Kemendikbud,” ujar Ade.
Ade menduga sekolah-sekolah tersebut sengaja menaikkan nilai hingga 20 persen agar siswa mereka bisa diterima di sekolah yang diinginkan.
“Karena kepentingan PPDB, nilai di buku rapor yang diberikan ke siswa, buku yang dipegang sekolah, serta buku legger di sekolah berbeda dengan e-rapor di sistem Kemendikbud,” tambahnya.
Menurut Ade, mengungkap kecurangan manipulasi rapor lebih sulit karena panitia PPDB harus memeriksa langsung e-rapor di Kemendikbud.
Ditambah lagi, hingga saat ini panitia PPDB tidak memiliki akses ke e-rapor dan harus berkoordinasi dengan Kemendikbud terlebih dahulu.
Ade juga menambahkan, terungkapnya kasus manipulasi rapor di SMPN 19 Depok mendorong beberapa pihak untuk meminta pemeriksaan ulang di sekolah-sekolah lain di Kota Depok.
Namun, Dinas Pendidikan Jawa Barat tidak memiliki wewenang untuk melakukan hal itu karena pengawasan SMP negeri dan swasta berada di bawah pemerintah kota atau kabupaten.