- Advertisement -

BGST Carita Wargi Bandung: Penumpang “Ghoib”

Berita Lainnya

BANDUNG, infobdg.com – Seringkali kita tidak pernah merasa bahwa ada “sesuatu” yang selalu bersinggungan dengan kita. Terutama, untuk kita yang kerap melakukan kegiatan di malam hari. Sebuah cerita pengalaman akan diceritakan dalam tulisan ini, tentang pengalaman disaat perjalanan menuju pulang ke rumah di malam hari.

Untuk sebagian banyak anak muda mungkin pulang malam adalah suatu kebiasaan yang biasa terjadi setelah nongkrong atau bahkan lembur kerja di malam hari. Saat itu saya pun melakukan hal yang sama, pulang larut malam setelah nongkrong bersama teman-teman, melakukan hal menyenangkan tanpa menyadari bahwa malam sudah larut. Tidak pernah terpikirkan sebelumnya bahwa akan terjadi sesuatu kepada saya setelahnya.

Kejadian itu terjadi di malam Selasa, tepatnya beberapa tahun kebelakang. Saya berkumpul bersama teman-teman disebuah Coffee Shop di Bandung sampai jam menunjukkan pukul 23.00 WIB. Saya tidak pernah sekalipun berfikiran buruk akan pulang malam selain takut akan kriminalitas yang mungkin (amit-amit) menimpa saya. Saat itu kami pulang karena hujan sudah mulai turun gerimis, saya berfikiri karena saya tidak bawa jas hujan takut kehujanan dan saat itu saya membawa sepeda motor. Mungkin jika saat cuaca tidak gerimis kami akan nongrkong sampai lebih larut.

Tidak ada yang aneh saat saya bergegas pulang dari tempat tersebut, seperti biasa Bandung di tengah malam tetap dalam kondisi sepi dan dingin. Setelah berpamitan kepada teman-teman, saya lalu menyalakan motor di parkiran dan mulai bergegas untuk pulang. Lalu saya mulai jalan untuk pulang, belum terasa keanehan yang terjadi. Dalam kondisi jalan yang sepi yang saya takutkan hanya jalan sepi yang gelap, bukan karena apa-apa tapi takut begal atau kejahatan lainnya menimpa saya. Sesekali saya mengencangkan laju kendaraan di tempat sepi karena takut akan itu, dan memelankannya kembali saat bertemu pengendara lain. Terkadang saya mencari teman jalan dan mendekati kendaraan di depan atau di belakang untuk sekadar berjalan bersama karena takut hal buruk terjadi, sampai saat itu belum terasa kejanggalan apapun. Namun, saat melewati sebuah jalan menuju Cimahi sesuatu hal terjadi. Tiba-tiba ada angin berhembus sekejap mengusap punggung bagian belakang saja, angin itu terasa hanya di belakang saja mengusap bagian leher sampai punggung. Saya tidak berfikiran aneh, karena saya fikir itu hanya angin dari hujan gerimis yang saat itu sedang terjadi.

Sepanjang jalan itu meunuju Cimahi, kebetulan sekali saya tidak berpapasan lagi dengan kendaraan lain. Tapi karena jalanan sekitar situ terang jadi saya tidak khawatir, saya tetap melajukan kendaraan saya denegan kecepatan sedang karena takut jalanan licin. Setelah melewati jalanan itu, saya masuk ke jalan melewati sebuah jembatan di daerah tersebut. Kondisinya tidak terlalu terang dan tidak terlalu gelap, terasa remang cahaya dan hujan gerimis saat itu. Lalu, tidak jauh setelah saya melewati jalan dengan jembatan itu, saya bertemu dengan mobil angkutan umum tanpa penumpang. Mungkin karena sudah malam jadi Mamang Angkot tidak narik lagi, tapi ada yang membuat saya heran. Ketika saya disusul oleh angkutan umum itu, Mamang sopir angkot berteriak kepada saya saat kendaraan bersebelahan dengan saya, di bilang “A awas eta naon!?”. Cuma itu yang dikatakan Mamang Angkot. Dari situ, saya heran apa maksud dari Mamang Angkot itu.

Dari perkataan itu, saya berfikiri dalam perjalanan apa maksudnya? Karena saya tidak menemukan keanehan di depan saya sebelumnya. Laju lagi setelah kejadian itu, saya melewati jalan kecil ke arah jalan seperti komplek karena saya berfikir akan lebih cepat untuk pulang ke rumah melewati jalan itu. Sesaat setelah saya bermaksud untuk masuk ke jalan komplek itu ternyata portal sudah ditutup, ya karena sudah tengah malam juga jadi wajar akses jalan sudah ditutup. Tapi, keanehan terjadi lagi.

Saya melihat ada pengendara motor yang tidak memakai helm berboncengan pria dan wanita memakai pakaian seperti batik dan kebaya, sontak dari situ saya kaget dan menyadari bahwa tidak mungkin ada kondangan ditengah malam. Mungkin saja ada, tapi logika saya berfikiri saat itu tidak mungkin ada. Itu tepat waktu menunjukkan pukul 23.27 WIB (kurang lebih). Saya merasa mulai merinding ketika itu terjadi, dari situ saya mulai jalan kembali untuk pulang dengan kecepatan yang ditambahkan karena mulai takut. Sesekali saya menengok ke kanan dan kiri untuk melihat ada kegiatan manusia atau warung yang masih buka untuk sekedar membeli sesuatu dan menenangkan diri, tapi tidak ada.

Tak lama kemudian saya menemukan POM Bensin, tak berfikir lama saya masuk ke situ untuk membeli bensin dan mencari orang-orang yang masih berkegiatan. Keanehan terjadi lagi, penjaga SPBU tersebut seperti heran melihat kendaraan saya. Ketika saya turun dan membuka tanki bensin di bawah jok, penjaga SPBU itu seperti heran dan menujukan matanya ke arah jok motor saya dan bilang “A, diturunin dulu” saya fikir jok motor saya yang harus diturunin atau tutup tanki bensin yang harus dicopot “oh iya a, ini sudah saya buka joknya sama udah dibuka tutup bensinnya”. Dari raut wajah penjaga SPBU tersebut menyiratkan bahwa ada sesuatu terjadi pada saya.

Selepas saya isi bensin, saya lanjut kembali untuk pulang ke rumah. Sepanjang jalan saya terus merinding dibagian leher dan punggung saya terasa dingin. Saya tetap berfikir bahwa itu efek dari hujan gerimis dan cuaca aja. Saya melaju dengan cukup kencang karena saya merasa ada yang tidak beres malam itu, motor saya terasa sangat berat dan melambat padahal kecepatan saat itu sudah di 70km/jam. Dengan kecepatan seperti itu saya merasa hanya melaju dikecepatan 40km/jam bahkan sepertinya kurang.

Dijalanan yang sepi dan sedikit gelap, saya terus mencoba untuk mengencangkan kecepatan tapi terasa tidak bertambah, badan mulai merinding sekujur tubuh. Fikirian kacau karena panik, sesekali terasa hembusan angin ditelinga padahal saat itu saya menggunakan helm. Saya terus tancap gas tidak memikirkan hal lain selain cepat sampai rumah. Disebuah jalan saya bertemu dengan pengendara motor bonceng 3 dan berteriak ke arah saya lalu bilang “A eta naon di tukang?”. Saya lalu tambah panik dan mencoba meliha ke arah belakang lewat spion motor, tapi saya tidak melihat apapun di belakang saya dan bertambah panik. Beberapa jarak sebelum saya sampai di rumah, lampu motor saya tiba-tiba berkedip-kedip seperti mau putus. Saya coba memainkan gas tidak tau untuk apa tapi saya berfikir itu bisa membuat listrik motor saya stabil, dilakukan karena saya panik. Beberapa ratus meter sebelum rumah, motor saya tiba-tiba mati di tempat yang gelap dan sepi, jarak dari jalan itu tidak terlalu jauh dari rumah. Saya langsung merasa takut sekaligus panik dari situ. Saya mulai berteriak minta tolong, tapi tidak ada respon apapun karena sudah tengah malam dan hujan gerimis. Saya bingung, dan saat kejadian itu terdengar sayup suara wanita tertawa. Sangat kecil ditelinga saya, tidak tahu arah dari mana. Rasa takut dan panik semakin besar, saya lalu mendorong motor saya dan berlari sambil memasukkan gigi motor agar bisa menyala lagi, dengan kata lain kata orang Sunda adalah “di gajlok”. Tidak lama saya mendorong, motor itu menyala dan saya langsung tancap gas menuju rumah yang sudah dekat.

Tidak lama kemudian setelah kejadian itu, berselang sekitar 10 menit saya sampai di rumah. Mengetuk pintu dengan kencang karena sudah takut. Pintu rumah lalu dibuka oleh Ayah saya. Saya langsung memasukkan motor kedalam karena sudah sangat takut. Melihat raut wajahku yang panik tidak karuan, Ayah saya bertanya “Kunaon?” lalu saya menceritakan apa yang terjadi. Dari cerita yang saya katakan Ayah saya berkata “Atuh A, kalo pulang teh jangan bawa sesuatu. Sini duduk”. Setelah berkata seperti itu Ayah saya mengusap punggung saya lalu membacakan doa dan meniupkannya ke bagian belakang badan saya sambil mengusap punggung saya. Saya pun langsung merasa lebih baik dan lebih tenang saat itu, tapi sesuatu terjadi di luar rumah. Tiba-tiba suara wanita tertawa terdengar lantang di teras rumah. Ayah saya pun langsung keluar dan memeriksanya lalu membacakan doa, tak lama setelah itu suara itu hilang.

Setelah kejadian itu, satu pesan dari Ayah saya “Jangan lupa berdoa dulu kalo apa-apa teh, biar salamet”.

Disitu saya tersadar, saya lupa melakukan hal yang sangat penting untuk dilakukan, yaitu saya lupa untuk berdoa.

Story by: – (NN)