CARITA, infobdg.com – Sudah jelas bahwa manusia hidup berdampingan dengan dunia tak kasat mata. Dunia manusia begitu nyata sedangkan dunia tak kasat mata hanya beberapa saja yang bisa melihat keberadaannya. Konon, jika kamu pergi ke alam ghaib dan menghabisakan waktu sebentar saja di sana, akan sulit untuk kalian bisa kembali.
Wargi Bandung mungkin tak asing dengan berbagai berita orang hilang secara misterius atau tiba-tiba, sulit untuk melacak keberadaannya karena orang-orang yang hilang tersebut seringkali tidak meninggalkan jejak atau petunjuk kemana hilangnya mereka. Saat logika tak lagi bisa menjawab teka-teki tersebut, ada kemungkinan lain yang masih dipercaya oleh masyarakat yaitu adanya kemungkinan mereka dibawa ke alam ghaib.
Sungguh tak biasa, namun bagiku pengalaman tersebut pernah aku alami sendiri. Betapa tipisnya jarak dimensi yang kita tinggali saat ini dengan dimensi alam bagi mereka yang tak terlihat, inilah kisahku saat aku hampir tak bisa kembali dari alam ghaib.
Sejak kecil aku tumbuh seperti halnya anak-anak yang lain, bermain riang dan bergaul dengan siapa saja, hingga suatu ketika saat aku menginjak usia 5 tahun, aku mulai bertemu dengan ‘mereka’ yang kukira adalah temanku. Mereka senantiasa berbaur bersama yang lain saat kami bermain bersama, mereka selalu membantuku memenangkan permainan, bahkan sesekali mereka memberitahuku tempat bersembunyi yang aman saat bermain petak umpet, walau terkadang juga mereka mengajakku ke tempat yang terlalu jauh dan aku selalu menolaknya, “Engga ah, takut dimarahi ibu” jawabku.
Suatu hari kami bermain petak umpet lagi dan salah seorang temanku ini kembali mengajakku untuk mencari tempat aman untuk bersembunyi, kali ini ia membawaku jauh ke area belakang dari rumah kosong yang tak jauh dari rumahku dan taman tempat kita bermain. Karena penasaran aku pun mengikutinya untuk kali ini. Semakin ke belakang ruapanya ia menunjukanku ke arah kamar mandi tua yang ada di luar. Kamar mandi itu berfondasikan tembok semen biasa dan terdapat sumur tua di sampingnya jika ingin mengambil air.
Aku sedikit ragu untuk menghampiri temanku yang sudah berdiri di dekat sumur itu, teringat pesan ibu agar jangan bermain di dekat sumur apa lagi menarik tali katrol sumur, takut kejebur tukasnya. Teringat hal itu aku pun menggelengkan kepala kepada temanku, mukanya yang datar tampak sedikit kesal dia pun berkata “Di sini aman, yang lain engga bakal cari sampai wc ini!” ucapnya sedikit memaksa.
Karena kupikir ada benarnya, aku pun mulai menghampiri temanku itu. Ia mulai tersenyum saat aku melangkah mendekat, namun saat aku hampir sampai di posisi teman ku berdiri aku dikejutkan oleh seorang bapak tua yang aku kenal sebagai pemilik rumah kosong ini. Bapak itu menegurku agar tidak bermain di dekat sumur dan langsung menarik tanganku keluar dari tempat itu, dengan terpaksa aku kembali ke arah taman.
Di taman teman-teman sudah menunggu dan berseru “Ih…kamu mah susah dicarinya, pasti curang ya pulang ke rumah terus ngumpet di rumah..” ucap salah satu dari mereka. “Engga ih, aku ngumpet kok bareng sama….?!” sekejap aku tersadar teman yang bersamaku tadi tidak terlihat keberadaannya. “Udah ah, udahan yuk! Nita mah curang, bubar aja besok kita main lagi nya.” jawab salah seorang temanku dan yang lain pun setuju, sore itu hanya aku yang terakhir beranjak pulang, dalam benak bertanya kemana teman yang bersamaku itu?.
Beberapa hari kemudian aku tidak bisa bermain karena terbaring lemas dengan demam tinggi yang tak kunjung reda. Saat malam menjelang aku selalu bermimpi bermain dengan temanku, kala itu aku merasa baik-baik saja dan aku lihat temanku sedang tersenyum dia tampak memegang sesuatu di tangannya, sebuah batu berah berkilau, batu tersebut tampak cantik aku pun terpesona melihat kilauannya. Lalu temanku berbisik “Bantu aku umpetin batu ini yuk!” ajaknya, entah kenapa aku langsung mengiyakan dan mengikutinya begitu saja. Ia kembali mengajakku ke area belakang rumah kosong itu lagi, lebih tepatnya ke wc tua itu.
Kali ini aku sampai di wc tersebut dan berdiri tepat di depan sumur tua, sejenak temanku menarik tanganku berniat untuk memberikan batu yang selama ini dipegangnya. Lalu ia memintaku untuk mengintip ke dalam sumur dan menjatuhkan batu itu ke dalamnya. Seolah terhipnotis aku berbalik badan dan berusaha melihat ke dalam sumur itu, aku harus berjinjit karena tembok sumur itu sedikit lebih tinggi, selanjutnya aku ulurkan tangan kananku bersiap untuk menjatukan batu ke dalam sumur. Sesaat sebelum kepalan tanganku terbuka, aku mendengar suara jeritan ibu lalu dengan cepat ia merangkul ku menjauh dari sumur dari balik dekapannya aku sedikit linglung melihat sekeliling yang mulai ramai dengan orang-orang, lalu kulihat juga langit yang gelap pekat sedangkan saat aku keluar tadi langit itu tampak cerah.
Dari sana aku dibawa kembali ke rumah, dari sudut pandang aku melihat ibu yang tampak khawatir terus mengelus-elus sembari mengucapkan kalimat istighfar, tak lama aku kembali tak sadarkan diri. Dalam mimpi itu aku kembali melihat temanku, ekpresinya tampak marah ia berbalik memunggungiku “Kamu ga mau ikut aku?!” ucapnya dengan nada kesal, “Aku ga mau!” jawabku, lalu ia menarik pergelangan tanganku dengan sangat erat dan menyeretku dengan paksa ke arah rumah kosong itu lagi, entah kenapa sosoknya begitu kuat ia bisa menarikku dengan mudah. Aku menangis karena takut dan berusaha dengan sekuat tenaga untuk melepaskan genggaman. Namun sosok temanku ini semakin kesal dengan penolakan ku dan saat ia menoleh wajahnya seketika berubah, tak lagi seperti wajah anak kecil yang aku lihat namun wajah dan seluruh badannya hitam legam, mukanya menyerupai babi dengan taring yang mencuat, sepasang bola matanya merah dan lebar, begitu menyeramkan, tangisku pun semakin pecah, berteriak walau tubuh sudah lemas berusaha untuk melepaskan diri, tapi tampaknya tidak ada yang bisa mendegar atau pun menolongku saat itu. Ia berusaha membawaku ke dalam sumur itu.
Rupanya dari sudut pandang ibuku malam itu aku menangis histeris dengan mata terpejam tubuhku meronta-ronta seperti sedang kejang-kejang. Ibu, ayah dan pamanku membacakan ayat kursi sembari menunggu kedatangan pak Ustadz, untuk membantu mendoakan agar aku terlepas dari gangguan jin yang sedang memaksaku untuk pergi ke tempatnya.