- Advertisement -

Tingginya Angka Pernikahan Dini di Kalangan Perempuan Bandung

Berita Lainnya

BANDUNGinfobdg.com – Badan Pusat Statistik (BPS) telah melakukan survei sosial ekonomi nasional (Susenas) tahun 2023 untuk mengukur indikator kesejahteraan masyarakat di Kota Bandung pada tahun 2024.

Dilansir dari laman jabar.idntimes.com, salah satu fokus survei ini adalah mengenai angka pernikahan di kota tersebut.

Dari hasil survei, BPS mencatat masih ada pernikahan di mana mempelai perempuan menikah di bawah usia 19 tahun. Sekitar 75 persen pernikahan pertama terjadi ketika perempuan berusia di atas 19 tahun, namun 23,8 persen pernikahan terjadi di bawah usia 19 tahun.

“Perkawinan perempuan di bawah 16 tahun masih sering terjadi di Kota Bandung. Fenomena ini perlu menjadi perhatian pemerintah,” kata Kepala BPS Bandung, Samiran, Senin (21/10/2024).

Samiran menjelaskan bahwa menurut Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, Pasal 7 ayat 1, usia minimal untuk menikah adalah 19 tahun bagi laki-laki dan 16 tahun bagi perempuan. Namun, jika menikah di bawah usia 21 tahun, harus ada izin dari orang tua atau wali sebagaimana tercantum dalam Pasal 6 ayat 2.

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) merekomendasikan usia ideal pernikahan antara 21 hingga 25 tahun. Rekomendasi ini bertujuan agar pasangan sudah siap secara psikologis, reproduksi, dan finansial, serta untuk mendukung pendidikan 12 tahun yang disarankan, sekaligus mengurangi angka pernikahan usia anak.

“Usia pernikahan pertama berpengaruh pada pertambahan populasi, karena semakin panjang masa reproduksi seorang perempuan, semakin besar kemungkinan ia memiliki anak. Jumlah anak yang dilahirkan juga dipengaruhi oleh usia reproduksi perempuan tersebut,” tambah Samiran.

Perkawinan usia anak memiliki dampak negatif, termasuk potensi meningkatnya angka perceraian, kekerasan dalam rumah tangga, dan risiko kesehatan seperti kematian ibu dan anak akibat kehamilan di usia muda serta kurangnya pemahaman tentang kesehatan reproduksi.

Samiran juga menjelaskan bahwa peningkatan populasi suatu daerah disebabkan oleh angka kelahiran yang lebih tinggi dibandingkan dengan angka migrasi keluar dan angka kematian. Fertilitas, atau tingkat kelahiran, sangat dipengaruhi oleh usia pernikahan pertama perempuan usia subur (WUS). Semakin dini WUS menikah, semakin panjang masa reproduksi dan semakin banyak anak yang mungkin dilahirkan.

Data BPS menunjukkan bahwa jumlah penduduk Kota Bandung meningkat setiap tahun. Pada 2023, penduduk bertambah 22,45 ribu jiwa dibandingkan tahun sebelumnya. Pada 2022, penduduk bertambah 22,74 ribu jiwa dibandingkan tahun 2021, baik dari kelahiran maupun migrasi masuk dari daerah lain.

Laju pertumbuhan penduduk (LPP) Kota Bandung pada 2023 tercatat sebesar 0,92 persen, sedikit menurun dibandingkan tahun 2022 yang sebesar 0,93 persen. Proyeksi tahun 2024 menunjukkan perlambatan lebih lanjut menjadi 0,91 persen, menandakan kebijakan pengendalian penduduk mulai membuahkan hasil.

Menurut Samiran, sekitar 53,63 persen perempuan pernah menikah di Kota Bandung menggunakan alat kontrasepsi. Ini menunjukkan bahwa mayoritas perempuan menyadari pentingnya mengatur kelahiran sesuai anjuran pemerintah. Namun, 32,51 persen perempuan tidak menggunakan kontrasepsi, yang mungkin disebabkan oleh berbagai faktor seperti status pernikahan, kehamilan, atau masalah dengan alat kontrasepsi.

Program Keluarga Berencana (KB) bertujuan mengendalikan laju pertumbuhan penduduk serta meningkatkan kesehatan ibu dan anak. Dengan pengaturan jarak kelahiran, orang tua bisa lebih siap memiliki anak, yang diharapkan dapat tumbuh dalam lingkungan yang lebih berkualitas, menciptakan generasi sehat, cerdas, dan berkualitas.